Rabu, 31 Oktober 2012

Pulau Enggano yang sangat indah




Pulau Enggano adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di samudra Hindia dan berbatasan dengan negara India. Pulau Enggano ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, dan merupakan satu kecamatan. Pulau ini berada di sebelah barat daya dari kota Bengkulu dengan koordinat 5° 31′ 13″ LS, 102° 16′ 0″ BT.
Laporan pertama mengenai pulau ini berdasarkan catatan Cornelis de Houtman yang mengunjungi pulau ini tanggal 5 Juni 1596. Tidak diketahui dari mana de Houtman mengetahui nama pulau ini, yang dalam bahasa Portugis, engano, berarti "kecewa".
Penduduk asli Pulau Enggano adalah suku Enggano, yang terbagi menjadi lima puak asli (penduduk setempat menyebutnya suku). Semuanya berbahasa sama, bahasa Enggano. Suku atau Puak Kauno yang mulai menempati tempat ini pada zaman Belanda (sekitar tahun 1934).
Secara administratif Pulau Enggano (Kecamatan Enggano) masuk dalam wilayah Kabupaten Bengkulu Utara dengan letak Geografis 102,05 – 102,25 Bujur Timur dan 5,17 – 5,31 Lintang Selatan. Luas pulau Enggano sekitar 40.000 ha, yang terdiri dari 6 desa yaitu; desa Banjarsari, Meok, Apoho, Malakoni, Kaana dan desa Kahyapu dengan pusat pemerintahan di desa Apoho. Dari luasan yang ada; 3.724,75 ha, merupakan hutan desa, 24.184 hutan ulayat, hutan nibung 719 ha, hutan waru 465,25 ha, rawa 1.967,75 ha, sawah 301,75 ha, perkebunan 2.614,50 ha, perkampungan 123,25 ha, hutan bakau 1.710,50 ha, hutan keramat 394,74 ha. Untuk lahan yang masih bermasalah atau belum jelas statusnya seperti areal eks PT. EDP dan Lapangan Terbang seluas 2.400 ha, lapangan terbang 202,25 ha. Dari luasan yang ada, Enggano hanya didiami oleh 1.927 jiwa yang terbagi kedalam 6 suku dan 6 desa yang ada dengan kepadatan sekitar 4,8 jiwa per km2 (Bengkulu Utara dalam angka, 2000).
Dari segi geografis sebenarnya Pulau Enggano lebih dekat ke Bengkulu Selatan dibandingkan dengan Kota Bengkulu dan Kabupaten Bengkulu Utara.  156 km (92 mil laut), jarak dari Ibukota±Jarak dari Kota Bengkulu   96 km (60 mil laut) dan jarak ke Ibukota±Bengkulu Selatan (Manna)  Kabupaten Bengkulu Utara 92 mil laut ditambah perjalanan darat dari Kota Bengkulu Ke Arga Makmur sepanjang 76 km.
Pulau Enggano merupakan salah satu pulau kecil di Pantai Barat Sumatera yang mempunyai panjang sekitar 45 km dan lebar 17 km (Dephut, 1998). Kondisi ekosistim pulau Enggano masih terbilang bagus kalau dibandingkan dengan pulau-pulau kecil lainnya disisi pantai barat Sumatera. Ekosistim Pulau Enggano Unik, dengan ekosistem yang unik ini maka P. Enggano lebih rapuh jika dibandingkan dengan ekosistem daratan. Gangguan sedikit saja pada salah satu unsur ekosistim yang ada akan berakibat terganggunya keseluruhan ekosistem pulau tersebut (Dirjen Pengusahaan Hutan, juli 1995).
Alat transportasi umum yang digunakan sampai saat ini adalah transportasi laut 2 kali dalam seminggu, berupa kapal perintis yang merapat di Dermaga Malakoni , dan KMP Raja Enggano yang merapat di Dermaga Kahyapu , atau dapat juga menggunakan kapal nelayan (bobot 16 ton) bila transportasi umum mengalami gangguan (rusak atau perubahan trayek). Transportasi antar desa di Enggano lebih banyak memanfaatkan transportasi laut, karena fasilitas transportasi darat belum mendukung. Sarana jalan yang ada memanjang dari desa Banjarsari ke Desa Malakoni sepanjang 17 km berupa jalan pengerasan (campur batu karang) yang dibuat tahun 2002 dan desa Malakoni ke desa Kahyapu sepanjang 16 km masih berupa jalan tanah yang pada musim hujan sangat sulit dilewati.
Habitat yang penting adalah seperti hutan mangrove dan terumbu karang yang masih cukup baik kondisinya. Daratan pulau ditutupi sebagian besar oleh hutan dan dialiri oleh 5 sungai besar. Pulau Enggano merupakan salah satu kawasan Important Bird Area (IBA) dan juga termasuk dalam Endemic Bird Area atau EBA karena di pulau ini juga ditemukan dua jenis burung endemik yaitu Otus engganensis (burung hantu) dan Zoosterps salvadori (burung kacamata). Ditemukan tidak kurang dari 45 jenis burung dan banyak jenis lainnya belum teridentifikasi (belum ada pengamatan menyeluruh). Belum terdapat data yang memadai mengenai jumlah dan jenis flora dan fauna yang ada di Enggano.
Pulau Enggano juga banyak menyimpan potensi hasil hutan kayu dan non kayu seperti melinjo, rotan, manau, tanaman obat-obatan, dan hasil laut. Beberapa potensi ini belum dijadikan pilihan alternatif bagi masyarakat karena berbagai kendala yang dihadapi.
Pulau Enggano merupakan pulau yang relatif masih alami dan belum banyak tersentuh oleh agenda-agenda pembangunan. Namun, hal ini justru menjadi berkah tersendiri bagi pulau ini, karena keaslian kondisi alamnya relatif masih terjaga.
Di dalam pulau yang dikelilingi hamparan pasir putih yang sangat luas ini, terdapat dua obyek wisata yang indah dan cukup terkenal, yaitu Taman Burung Gunung Nanu’ua dan Pantai Humo. Di Taman Burung Gunung Nanu’ua, terdapat dua spesies burung langka yang dilindungi oleh pemerintah, yaitu Burung Kacamata Enggano dan Burung Celepuk Enggano. Selain di Taman Burung Gunung Nanu’ua, spesies burung sebaran-terbatas itu juga sesekali dapat dijumpai di lahan pertanian, terutama perkebunan kelapa, dan lahan-lahan terbuka di sekitar perkampungan.
Selanjutnya beralih ke Pantai Humo. Pantai yang terkenal dengan hamparan pasir putihnya yang halus ini memiliki ekosistem laut yang cukup kaya. Di sepanjang bibir pantai, pengunjung dapat menjumpai banyak kepiting dan hewan-hewan kecil bercangkang yang berkeliaran secara bebas. Di pantai ini juga hidup berbagai jenis ikan-ikan kecil berwarna-warni yang sering berenang di tepi pantai dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Yang paling sering dijumpai adalah ikan berwarna biru dengan strip kuning-putih dan ikan berwarna merah dengan variasi putih dan perak di tubuhnya.
Selain itu, pantai yang memanjang sekitar dua kilometer dari utara ke selatan, dengan lebar sekitar 200 meter dari tepi laut ini juga memiliki kumpulan karang—atau oleh masyarakat setempat disebut tubiran—yang dapat digunakan sebagai titian untuk berjalan agak ke tengah laut. Tubiran yang mirip dermaga ini juga sering digunakan oleh pengunjung dan masyarakat setempat sebagai tempat memancing. Lokasinya yang menjorok ke laut membuat tubiran ini menjadi habitat bagi berbagai jenis ikan laut.
Selain memiliki dua lokasi wisata yang indah tersebut, Pulau Enggano juga memiliki keistimewaan lainnya, yaitu hutan bakau yang sangat lebat yang secara alamiah berfungsi sebagai penahan laju abrasi pantai. Di hutan bakau ini, hidup beraneka jenis burung, seperti burung pelatuk, burung pergam enggano, burung beo, burung nuri, burung kakatua, dan berbagai jenis burung lainnya.

Selasa, 30 Oktober 2012

Keindahan Pulau Sepa





Indonesia memang negara “seribu pulau” hingga tidak setiap kita dapat mengetahui dengan baik pulau yang kita miliki. Bahkan kepulauan seribu pesisir pantai utara laut Jawa, yang bisa dikatakan terdekat dengan pulau Jawa dan kota Jakarta khususnya, tidak dapat kita ketahui dengan baik.
Salah satunya yang bisa kita ketahui adalah pulau Sepa, yang menyimpan keindahan alam. Dengan menggunakan boat dari Marina menuju ke pulau Sepa kurang lebih 1,5 jam, atau 2 jam apabila ingin singgah sejenak ke beberapa pulau sekitarnya.
Setelah beberapa boat meninggalkan pantai Marina maka kita akan melihat air laut mulai berwarna biru jernih. Sesampainya kita dipulau Sepa kita dapat melihat pantai yang berpasir putih mengelilinginya, inilah perbedaan pulau ini dengan pulau-pulau lain di gugusan kepulauan seribu. Pinggir pantai yang indah dengan dikelilingi oleh air jernih hingga kita dapat melihat dasarnya.
Pulau ini masih banyak menyimpan keaslian alamnya yang asri. Namun tetap memiliki sarana modern untuk berwisata laut. Seperti tetap membuat dermaga dengan arsitektur kayu namun tetap menjaga kekokohannya, bungalow dengan arsitektur “rumah kampung” namun berinterior modern, pohon-pohon tetap terjaga kehidupannya dan masih banyak lagi.
Keindahan yang lain yang dapat kita saksikan saat pertama kali turun dari boat adalah air laut yang biru jernih. Laut inilah yang menjadikan pulau Sepa lebih populer dikenal sebagai Surga bagi para penyelam. Para penyelam dapat menyaksikan keindahan kehidupan dasar laut. Seperti koral, ikan-ikan hias, dan sebagainya.
Beberapa wisata atau olah air yang saat ini banyak digemari cukup lengkap berada disini, seperti Waterski, Banana Boat, Canoe, Flying  Fox, Knee Board, Glass Board, Boat Rental, Snorkling, Scuba Diving dan Jetski. Dan untuk yang hobi memancing tersedia terumbu sebagai sarana memancing.
Pada Maret yang akan datang PT. Pulau Sepa Permai sebagai pengelola akan menambah fasilitas wisata untuk para tamunya yaitu Marine Walk. Kita akan dapat berjalan-jalan dengan leluasa di dasar laut tanpa perlu bermacam alat selam. Hal ini dapat menginspirasi jika ada pasangan yang melangsungkan pernikahan didasar laut. Pernikahan laut.
Dan ketika hari mulai turun senja, pasti kita tidak ingin ketinggalan untuk menikmati sunset. Dan pemandangan beralih kedalam center bungalow. Didalamnya terdapat resto, panggung untuk karaoke dan live musik. Dapat pula kita mengadakan pesta baberque, atau membakar ikan hasil kita memancing.
Menurut pengelola kebanyakan tamu yang datang ke pulau Sepa adalah turis mancanegara atau expatriate. Dimana mereka datang berlibur untuk beristirahat sambil menikmati panorama laut dengan suasana tenang dan damai. Bagi para tamu tersebut suasana pulau Sepa sesuai dengan selera mereka. Dan memang pihak pengelola menyampaikan bahwa mereka berusaha untuk mengetahui selera tamu-tamu mereka yang datang dari berbagai macam negara.
Jika selama ini kita lebih mengenal pulau Putri tidak ada ruginya jika kita mulai mengunjungi untuk mengenal pulau Sepa. Boat untuk menuju kesana tersedia 2 kali dalam seminggu. Dan kita akan dapat menikmati petualangan laut.

Keindahan Kebun Teh di Kali Goa



Kali goa adalah tempat wisata yang terletak di kabupaten brebes, Jawa Tengah. Lebih tepatnya di Kecamatan Paguyangan. Kali gua merupakan kebun teh peninggalan Belanda yang dibangun pada tahun 1889 yang sampai saat ini masih beroperasi. Kali gua terletak di bawah kaki gunung selamet.

Kali goa terletak antara 15 kilometer dari bumiayu atau 10 kilometer dari Paguyangan. Untuk mencapainya bisa melalui jalur utama cirebon bumiayu kali goa atau dari selatan purwokerto bumiayu kaligua. Saat ini jalan jalan di Kali gua sudah cukup bagus karena sudah di aspal tak seperti sebelumnya yang masih bebatuan sehingga untuk mencapai lokawisata kali gua semakin mudah bisa menggunakan kendaraan pribadi seperti motor maupun mobil.

Wisata Kali gua terletak di ketinggian 1200 sampai 2000 m diatas permukaan laut. Suhu di tempat ini berkisar 4 sampai 12 derajat celcius saat hujan atau saat normal antara 8 hingga 22 derajat celcius. Hampir setiap saat kali gua selalu diselimuti kabut. 

Udara bersih serta pemandangan yang sungguh indah dapat kita lihat di kali gua. Di sini kita juga bisa menikmati keindahan panorama puncak gunung selamet gunung tertinggi ke dua dipulau jawa. Selain itu di tempat tempat menarik di kali gua yang dapat kita temui adalah gua jepang, tuk benih ( sumber mata air ), gua angin, dan tentunya kebun teh yang indah terbentang luas. Fasilitas di kali gua juga cukup baik mulai dari penginapan, wisma, area camping, Out bound, tempat olah raga dan banyak lagi.

Selain itu di kali gua juga terdapat kolam ikan yang dianggap keramat dimana kolam tersebut dipenuhi dengan ikan lele. Kolam tersebut dikenal dengan telaga renjeng oleh warga sekitar. Konon tak ada yang berani menangkap ikan lele di telaga renjeng. Telaga Renjeng ini terletak di tengah hutan lindung dekat lokawisata kebun teh kali gua.

Jika anda berniat liburan, kali gua bisa menjadi pilihan anda berlibur bersama keluarga. Jalan jalan berekreasi menyusuri kebun teh bisa menjadi pengalaman yang sangat berkesan. Anda akan dimanjakan dengan keindahan alamnya yang sungguh mempesona bahkan bisa dikatakan lebih indah dari lokawisata puncak bogor yang ada di jawa barat.


Minggu, 28 Oktober 2012

Awali Krakatau dan Akhiri Kiluan


Perjalanan ke Krakatau dan Kiluan mengawali perjalanan backpacker saya. Pada awalnya hal ini lumayan menakutkan, dan mendebarkan. Menjelajah pulau nan jauh disana dengan sekelompok orang tak dikenal kecuali satu teman yang waktu itu mengajak saya. Tapi untungnya, naluri penjelajah dan semangat mencoba tantangan baru memenangkan tekad dan mengalahkan insting ketakutan tak beralasan. Pertama ketemu sama beberapa orang di shelter busway harmoni. Kenalan, dan ternyata mereka sepertinya sudah menjadi backpacker berpengalaman. Tas backpack yang ringkes, pakaian simple, dan mudah diajak ngobrol.
Bagi saya pribadi, perjalanan malam selalu lebih mengasyikkan ketimbang perjalanan di saat matahari bersinar terik. Tapi ternyata, mengarungi lautan (selat sunda-red) di saat gelap menutupi langit, unpredictable! Kapal tengah malam, angin laut, sekumpulan bocah bocah petualang, dan kantuk yang mendera, benar benar membuat insting perjalanan tegak, dan berdebar menanti apa yang bakal dihadapi nanti. Dalam hati saya terus berkata “This must be exciting,. It must be something,.” (niatnya sih mau menabah-nabahkan diri ^^).
Sesampai di pelabuhan Bakauheni, di Lampung, kita melanjutkan perjalanan ke pelabuhan Bom naik angkot carteran. Dari pelabuhan Bom ke pulau sebesi, yang merupakan tempat bermalam kita pada hari itu, kita naik kapal tongkang! Ini pertama kali saya naik kapal nelayan yg seperti itu. Sangat mendebarkan, duduk di dek terbuka sambil terapung apung di laut. Tapi semuanya terobati kala fajar menyingsing, yang dengan gagahnya memamerkan semburat oranye di bagian timur. Menatap fajar dari tengah lautan adalah pengalaman pertama saya. Ini bahkan lebih menakjubkan ketimbang mengagumi sunrise dari angkasa (dari pesawat-red). Timur terasa begitu dekat dan “subhanallah”!! saya benar2 ga berenti tersenyum, menikmati hal yg mungkin ga bakal pernah bisa didapat kalo ngga memberanikan diri keluar dari zona nyaman.
Sesampainya di pulau sebesi, kita sudah disediakan sarapan, dan mengambil tempat di dua buah rumah yg seperti pavilion. Satu untuk anak perempuan, satunya buat yang cowok. Perjalanan pertama kita menuju krakatau. Dari jauh, dan berdasarkan cerita mengenai letusan dahsyat gunung krakatau pada tahun 1883, sudah terbayang kemegahannya. Dan sekarang melakukan pendakian langsung? wow! Tidak pernah terbayang sebelumnya.
Angin bertiup sangat kencang dipuncak krakatau. Kita hanya melakukan pendakian hingga titik tertentu, dan tidak di badan anak krakataunya langsung. Setelah itu perjalanan dilanjutkan dengan hoping island, istilah backpacker yang baru saya ketahui disini. Sejenis “lompat dari pulau satu ke yg lainnya” atau bisa dibilanng seperti mencari2 spot snorkling.
Balik balik ke penginapan, makan malam sudah disediakan. Ada ikan bakar yang fresh dari laut. Berasa gurih, manis dan enak deh pokoknya. Apalagi setelah badan lelah seharian menikmati alam. Walaupun saya sendiri belum nyobain snorkling, karena belum berani, tapi so far, we had so much fun. Dan acara malam pun adalah sesi main kartu. Dari poker sampe UNO. Yang capek udah istirahat duluan.
Tujuan selanjutnya adalah pulau Kiluan, dimana kita akan hunting lumba lumba. Untuk menuju Kiluan, kita harus balik ke palabuhan bom dulu baru meneruskan perjalanan ke sisi lain Lampung. Perjalanan naik kapal tongkang dari sebesi bisa dikatakan mencekam. Ombak besar, dan gerimis. Beberapa dari kita harus tidur untuk mengatasi mabuk laut.
Kiluan pada tahun 2010 masih belum begitu terjamah dan akses kesana lumayan pas pasan (terbukti dari tidak adanya sinyal apapun kecuali provider warna merah. Itupun cuma di spot spot tertentu, di pinggir pantai dengan posisi handphone agak diangkat :D. Listrik PLN belum masuk, sehingga penduduk cuma mengandalkan genset yg dinyalakan di jam2 tertentu. Di Pulau ini tidak ada penduduk sebenarnya. Hanya ada si pengelola penginapan yang sebelumnya merupakan aset investor yang gagal berkembang setelah krisis. Mereka menyediakan wisata memancing dan melihat lumba lumba.
Untuk mendapat kesempatan melihat lumba lumba, kita harus berangkat pagi pagi. Sekitar jam 9 atau lebih pagi. Tapi karena waktu itu ombak cukup besar, kita harus menunggu agak siang sekitar jam10. Akibatnya, sesampai di tengah laut, lumba2 yang terlihat tidak begitu banyak. Kapal yang dinaikin lebih kecil lagi, dan biasa disebut jukung. Isinya maksimal 3 orang dan 1 pengemudi. Cuaca cukup panas sehingga tidak memungkinkan kita berlayar terlalu lama. Tapi pengalaman yang didapat cukup mengesankan sebagai oleh2 backpacker-an pertama.
Well, penderitaan dan kesenangan berakhir di senin pagi. Udah berasa pulang lembur aja, nyampe rumah jam 5 pagi. Cuma bedanya kalo lembur sampe pagi besoknya boleh masuk siang, kalo main smpe pagi besoknya tetep harus masuk pagi. Huffffftttt…….>.<
But this is worthed a journey. Its all paid off. It really is. And to find the whole team just this one i got,, well its one in a million chances. And i am so glad, so thanksful and Thanks to God, for those experiences we ‘ve been through. Just cant wait for the next trip. Next time, gw harus udah bisa snorkling :D

Jumat, 26 Oktober 2012

Momenku di Gunung Bromo



Kesempatan belum tentu datang dua kali.

Hal itulah yang terbesit dalam pikiran saya untuk selanjutnya memantapkan dan mematangkan diri memutuskan untuk turut ikut serta melakukan perjalanan ke Puncak Gunung Bromo. Setelah sebelumnya dilanda “kegalauan” akibat ketidakjelasan yang “mungkin” mengikat di perguruan tinggi tempat saya menuntut ilmu.
Mulailah kami dengan sebuah tim kecil melakukan petualangan dengan beranggotakan ferry (saya), rizki, dedi, toni, dede, deni. Pada mulanya, kami berada di daerah yang berbeda-beda dan kemudian memutuskan untuk bertemu dan bertamu di Mojokerto, di salah satu rumah teman saya yang ikut andil dalam petualangan ini. Dari Mojokerto bergegaslah kami menuju Terminal Bus Probolinggo. Dari Probolinggo, kami diarahkan untuk menaiki bus mini yang warga sana menyebutnya dengan “Taxi”. Namun ongkos yang ditawarkan sedikit nemberatkan kami yaitu Rp35.000,- Maklum saja, petualangan ini adalah backpacker yang kami lakukan di akhir bulan. Jadi lebih harus berhemat dalam membelanjakan anggaran.


Salah seorang teman saya berinisiatif untuk mencari alternatif kendaraan lain yang lebih murah dan bergegas meninggalkan tempat tersebut. Hari sudah semakin gelap, transportasi yang kami caripun tak kunjung datang. Mencari tumpangan sudah kami usahakan, tapi tak satu kendaraanpun mau memberikan kami tumpangan. Dengan sedikit rasa frustasi, tiba-tiba seorang lelaki menghampiri kami. Setelah beberapa menit melakukan pembicaraan dan akhirnya Beliau menawarkan kami untuk menginap di rumahnya. Rasa heran, senang, bercampur keraguan terbesit dalam hati saya. Sedikit kecurigaan muncul dalam pikiran saya. Zaman sekarang masih adakah orang yang benar-benar baik?. Tiba-tiba mobil patrol polisi lewat, Bapak yang belum kami ketahui siapa namanya tersebut mencoba memberhentikannya. Melakukan pembicaraan dengan polisi yang duduk di kursi depan. Entah apa yang Ia katakan, tak terdengar jelas dari jarak kami dengannya. Kemudian Bapak itupun memanggil kami untuk ikut bersamamnya menaiki mobil patroli tersebut. Kami beranggapan kalau polisi tersebut hendak mengantarkan kami menuju Desa Cemara Lawang, arah menuju Gunung Bromo, tapi ternyata Bapak itu menjelaskan kalau mobil patroli itu membawa kami menuju ke rumah Beliau. Apa boleh buat, mobil sudah berangkat dan kamipun menuju rumah dan menginap di rumah Beliau.

Cerita punya cerita, sekitar pukul 11.00 WIB akhirnya sampailah kami di pemberhentian pertama, Desa Cemara Lawang. Cemara Lawang adalah sebuah desa yang menjembatani ke arah Gunung Bromo dan wisata di sekitarnya. Sebuah tempat peristirahatan orang-orang yang hendak melakukan pendakian ataupu berwisata. Disambut oleh udara dingin yang tiba-tiba datang menerkam di sekujur tubuh. Ditambah lagi cuaca gerimis yang menambah sensasi dingin. Keadaan ini pula yang membatasi kami pada hari itu untuk langsung mendaki Gunung Bromo. Dan di sini pula kami memutuskan untuk mencari penginapan dan mempersiapkan diri untuk menyambut hari esok di Puncak Gunung Bromo.

Sekitar pukul 04.00 WIB kami memulai perjalanan. Rute pertama yang akan dituju adalah Penanjakan 1. Hal pertama yang ingin kami lakukan adalah melihat sunrise yang biasa dilakukan di puncak penanjakan ini. Itu sebabnya perjalanan kami dimulai dini hari sekali. Terlihat banyak sekali wisatawan yang hadir di sini, baik itu wisatawan lokal maupun mancanegara semua bersama-sama ingin menikmati keindahan terbitnya matahari dilihat dari atas Penanjakan 1 ini. Dengan suasan yang masih gelap dan berkabut selangkah demi selangkah sampailah kami di atas penanjakan. Kabut semakin tebal, sesuatu yang ditunggu-tunggu tak kunjung kelihatan. Hari itu tidak ada sunrise yang muncul karena tertutupi oleh segumpulan kabut tebal. Sedikit merasa kecewa yang mungkin tidak hanya kami, namun semua yang datang di tempat tersebut merasakan hal yang sama. Tapi tak apalah, masih ada destinasi selanjutnya yang harus kami kunjungi.

Perjalanan kami lanjutkan menuju safana dan pasir berbisik. Safana adalah sebuah tempat yang dapat dikatakan padang rumput yang juga terletak di sebelah Gunung Bromo. Sebuah kawasan yang penuh dengan hijaunya bukit gundul. Sementara pasir berbeisik adalah padang pasir yang kerap kali angin bertiup menggerakan pasir-pasir tersebut membentuk suara seolah pasir tersebut sedang berbisik. Konon nama tersebut tercipta karena daerah tersebut dijadikan lokasi syuting film yang berjudul “pasir berbisik” yang dibintangi oleh aktris favorit saya mbak Dian Sastro Wardoyo. Kini menjadi popular sebagai salah satu tempat wisata di Taman nasional Gunung Bromo. Setelah melakukan beberapa kali sesi pemotretan di tempat-temoat tersebut, kami bergegas meninggalkan dan mulai menuju destinasi utama kami yaitu Puncak Gunung Bromo.


Berjalan sekitar 5 km di tengah hamparan badai pasir menuju kaki Gunung Bromo. Seperti suasana di film-film, hembusan butiran pasir bercampur grimis rintikan hujan serta partikel-partikel kotoran kuda menjadi satu membentuk gelombang angin yang dahsyat. Dengan jarak pandang yang terbatas, kami berjalan terus dan lurus ke depan mencapai Gunung Bromo.

Sampailah akhirnya di jalur anak tangga yang menuju pemandangan kawah Gunug Bromo. Ratusan anak tangga kami dijejaki menuju puncak kawah. Inilah untuk kali pertamanya buat saya menyaksikan langsung kawah Gunung Berapi. Kami gemetar tatkala melihat ke arah bawah gunung. Pinggiran kawah tempat kami berdiri tanpa ada pegangan ataupun batasan membuat kaki saya merinding untuk melangkahkan kaki. Sedikit saja terpeleset, langsung terperosot ke bawah. Menakutkan memang, tetapi itulah tantangannya. Saya harus berani melawan ketakutan diri sendiri. Memberanikan diri untuk duduk di tepian lereng dengan tak lupa mengabadikan momen tersebut.

Cuaca mendung gelap dan gerimis memaksa kami menyudahi pendakian. Puas rasanya bisa melakukan perjalalan tersebut. Ini adalah pengalaman pertama bagi saya mendaki gunung. Dan ini pula yang menambah semangat saya untuk melakukan perjalanan dan pendakian kebanyak gunung yang ada di Indonesia.